Monday, March 1, 2010

Hasil hutan non-kayu

Para LSM menolak pemanfaatan hutan dengan mengambil hasil kayunya karena merusak lingkungan. Sebab lain adalah karena digambarkan bahwa hasil hutan non-kayu nilainya jauh lebih besar dibanding dengan nilai kayunya. Saya sudah pernah membuat entri dalam blog ini yang pada pokoknya masih meragukan kapan kita dapat menikmati manfaat hutan seperti itu, khususnya wisata alam yang selalu didengungkan sebagai penghasil devisa yang besar. Memang tidak mustahil untuk memperoleh kemakmuran melalui pemanfaatan demikian, hanya saja Indonesia belum siap karena hambatan prasarana, yang lebih lanjutnya disebabkan kekurangan dana untuk investasi prasarana oleh Pemerintah. Sampai saat ini beberapa obyek wisata alam yang laris adalah karena dimodali oleh swasta. Contohnya : Taman Jaya Ancol, Dunia fantasi, Taman Safari, Taman Dayu di Jawa Timur dan mungkin beberarpa lagi sedang yang dimodali Pemerintah contohnya Kebun Binatang Ragunan, Gn Tangkuban Perahu, Taman Hutan Raya H. Juanda. Namun semua itu dapat dikatakan tidak ada hubungannya dengan hutan. Wisata alam yang berhubungan dengan hutan dapat dikatakan belum ada, setidak-tidaknya belum ada yang berarti jika ditinjau dari sisi kontribusi terhadap PDB Indonesia.


Maka Pemerintah masih harus berperan besar sekali dalam menyiapkan prasarana, bahkan dalam beberapa kasus tertentu, juga sarananya seperti alat transportasi. Swasta kurang mungkin diharapkan ikut berperan-serta membangun prasarana umum seperti jalan, jembatan serta angkutan ketempat tempat wisata alam yang biasanya terpencil. Berbeda dengan jalan tol yang prospek ekonominya baik banyak swasta yang berminat. Itupun perlu didorong dengan insentif investasi yang menarik.


Data perolehan penghasilan dari pariwisata yang dirilis di media cetak menunjukkan bahwa tahun 2008 memperoleh devisa sebesar USD 7,3 miliar dan dari wisnus ditargetkan sebesar Rp 80-85 triliun (tak ditemukan realisasinya). Tahun 2009 menunjullan penurunan 12,3% dalam perolehan devisa menjadi USD 6,4 miliar dengan dari wisnus sebesar Rp 128,77 triliun. Dibanding dengan perolehan Malaysia perolehan tersebut hanya 50%nya. Tanpa mengurangi penghargaan terhadap upaya Kempartel (Kemparpostel?) perolehan Indonesia masih kecil sekali.


Perolehan tersebut juga hampir tidak ada yang berasal dari pariwisata alam hutan.


Maka Pemerintah masih harus menemukan cara bagaimana pariwisata alam hutan dapat dipacu agar penghasilannya sedikit-banyak dapat menggantikan penghasilan bangsa dari hasil hutan kayu. Cara yang disarankan adalah :


a. menyusun urutan prioritas dari obyek2 yang akan dikembangkan

b. mengutamakan pembangunan prasarana dan sarana untuk memudahkan pencapaian lokasi wisatanya

c. membantu melakukan promosi obyek2 tersebut, baik diluar maupun didalam negeri

d. mempermudah arus wisatawan ke Indonesia dengan a.l. membebaskan visa kunjungan wisata bagi bangsa2 yang dikenal bebas dari terorisme.



Sementara itu pemanfaatan hutan bagi kesejahteraan masyarakat yang lestari harus tetap dilaksanakan karena kelestarian lingkungan yang tidak mensejahterakan masyarakat adalah tidak berguna.

Kemparpostel menurut surat kabar SINDO tgl. 9 Maret 2010 memberitakan bahwa telah menetapkan 10 obyek wisata baru selain Bali untuk dikembangkan dalam tahun ini. Ke 10 obyek tersebut adalah Kepulauan Riau, Sumatera utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat.

Dari hal ini yang masih penting untuk dicermati adalah kegiatan apa yang dilakukan. Disamping itu apakah sudah memadai untuk menarik wisatawan, baik wisnus maupun wisman, hal mana terkait erat dengan besarnya anggaran yang disediakan.


Jika kita lihat profil masyarakat Indonesia dalam kaitannya dengan minat wisata, maka wisata rekreasi umum masih paling diminati. Wisata alam dalam arti untuk menikmati keindahan alam - apalagi wisata petualangan - masih merupakan porsi yang kecil. Dengan demikian menggunakan anggaran belanja yang masih terbatas untuk membangun obyek wisata alam akan mendapat prioritas lanjutan, bukan prioritas utama. Hal itu berhubungan dengan cepat-tidaknya investasi yang dikeluarkan akan kembali.


Dengan pertimbangan itu maka kita belum dapat mengharapkan bahwa hasil hutan yang bukan jasa - yaitu kayu, getah2, buah2-an dan lain - segera digantikan dengan hasil2 non-kayu, apalagi jasa lingkungan. Banyak LSM memang yang menyuarakan bahwa kita akan memperoleh dana yang besar dari menjual jasa lingkungan melalui pasar karbon, tetapi itu masih entah kapan dan dengan syarat2 apa. Harga dan persyaratan tersebut masih menunggu hasil konperensi2 perubahan iklim yang akan diselenggarakan di Meksiko tahun ini dan tempat2 lain di tahun yang akan datang. Masih belum pasti kapan akan siap untuk kita nikmati. Apakah rakyat harus menunggu terus ??? Tentu tidak dapat !!! Jadi kita harus memanfaatkan potensi hasil2 kayu dan hasil fisik lainnya sambil membangun hutan2 yang rusak sebagai persiapan menjual karbon nantinya.




2 comments:

  1. Bpk Wardono Saleh yb,

    Menarik membaca tulisan tsb. Yg tidak sabar bagi terutama bagi para analis kebijakan sebenarnya adalah bentuk2 kebijakan apa yg sesuai dengan fenomena yg demikian itu.

    Hal lebih mendasar adalah apa masalahnya? Disini para analis biasanya menemukan kenyataan bahwa masalah yg didefinisikan oleh para pengambil kebijakan itu keliru. Maka kebijakanpun biasanya tidak manjur. Ibarat dokter, salah mendiaknosa penyakitnya, sehingga obatpun tidak manjur, bahkan membahayakan.

    Dalam email yg sampaikan bagaimana "Masalah mendefinisikan Masalah" menyelimuti kehidupan kehutanan.

    Salam,
    HK.

    ReplyDelete
  2. Indonesia memang masih harus banyak belajar. Satu diantaranya adalah belajar tidak korupsi (yg berlebihan?) Keinginan korupsi menutup pandangan bathin sehingga tidak dapat melihat persoalannya dg jernih. Akibatnya langkah solusinya meleset.
    Jumlah wisatawan asing belum banyak bertambah. Data s/d Sept '11 hanya naik sedikit saja. sedemikian jauh belum terdengar tindakan apa yg sudah diambil Pemerintah dalam pelaksanaan promosi 10 obyek baru diatas. Mudah2an karena saya kurang mengikuti saja (???)

    ReplyDelete