Bulan Juni lalu Presiden SBY tiba2 saja (menurut kalangan Kehutanan - karena di Jakarta belum pernah menjadi wacana sebelumnya - menanda tangani Letter Of Understnding (LOI) dengan Pem Norwegia, dimana SBY berjanji untuk memoratorium pemberian ijin2 baru bagi pembukaan hutan alam dan hutan gambut Indonesia selama 2 (dua) tahun. Sebagai kompensasinya Indonesia akan mendapat bantuan untuk membangun kembali hutan Indonesia yang rusak dana sebesar US$ 1 (satu) milyar. Mengenai hal itu kita masih perlu menelaah beberapa perkara seperi :
1. Dengan syarat apa dana tersebut diserahkan, artinya setelah Indonesia berbuat apa baru boleh mengambil dana tersebut.
2, Berapa tarif bantuan tsb dan satuannya apa.
3. Setelah diberi bantuan dana, apa lagi yang harus dilakukan Indonesia terhadap hutan yg ditanam. Boleh dimanfaatkan? Kapan?
Maka banyak pihak membahas dan menilai dengan bekal apa yang mereka ketahui, walaupun tidak pasti apakah yang mereka ketahui itu benar atau tidak. Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Strategis Kehutanan di Museum Kehutanan, Dr.Ir.Dudung Darusman dari IPB mengatakan bahwa tarif Karbon yang dijanjikan hanya $2.0 per Megaton Karbon. Padahal menurut hitungan IPB tarif itu seharusnya $ 30.0 - 50.0/Megaton. Jadi kita telah berkomitmen terlalu murah sekali d.l.p. kita telah jual terlalu murah sekali. Luas hutan yang harus kita tanam untuk mendapatkan $1 milyar itu adalah 132.000 hektar. Padahal jika tarifnya dibuat yang wajar, seperti $ .. /megaton, luas hutan yang harus kita tanam untuk mendapat kompensasi $1 M hanyalah 4.000 hektar saja. Jadi ini merupakan hal ke 2 yang tidak menguntungkan Indonesia.
Kritik lain adalah Indonesia sudah mempunyai Tata Guna Hutan yang sudah pula di Padu-Serasikan yang semestinya menjadi pegangan bagi pemberian ijin-ijin pemanfaatan. Dengan moratorium berarti akan ada hutan produksi yang tidak boleh ditebang; dan hal itu bertentangan dengan TGH Padu-serasih yang sudah diputuskan.
Lebih lanjut lagi, justru Kem KLH mengusulkan jangka moratorium diperpanjang menjadi 5 tahun, bukan hanya 2 tahun.
Hari ini Menteri Kehutanan menjelaskan dalam sambutannya pada pembukaan Munas Perwita Wana Kencana menegaskan bahwa apa yang kita lakukan dalam LOI adalah kegiatan2 yang memang sudah menjadi rencana kegiatan Kemenhut Indonesia sehingga LOI tidak menambah kegiatan apapun. Ia bahkan menghasilkan $ 1 milyar dalam 5 tahun. Sudah memadaikah kompensasi yang sebesar itu ??,
Pendapat dan tanggapan atas LOI inipun beragam, suatu hal yang wajar2 saja.
Pada hari Jumat tgl.6 Agustus 2010 Forum Waartawan Kehutanan menyelenggarakan Diskusi dengan tema "Moratorium tanpa Mengorbankan Ekonomi Nasional". Dalam diskusi tersebut terdapat 5 pembicara ( dari 6 Pembicara) , yaitu
1. Wakil praksiti Kehutanan / APHI
2. Praktisi Perkebunan,
3. LSM
4. Dr. Dradjat Wibowo, (pakar ekonomi kerakyatan) Anggauta DDPR Komisi IV dan
5. Dirjen Bina Pemanfaatan Hutan dari Kementeriaan Kehutanan,
yang kesemuanya tidak mendukkung moratorium yang tercantum dalam LOI Indonesia - Norwegia diatas.
Dalam website Kemhut naskah LOI ini dimuat secara penuh. Dari situ dapat kita baca pula jadwal dan tahapan pelaksanaannya, yang antara lain bahwa pengucuran dana baru akan terjadi pada th 2016 sehingga sebelum itu semua kegiatan Indonesia harus didanai sendiri. Jika nanti hasil kajian Norwegia yang akan ditugaskan kepada konsultan Internasional, atas apa yang dilakukan oleh Indonesia memenuhi syarat yang sudah disepakati bersama, maka dana akan dikucurkan, tidak langsung ke Pemerintah Indonesia melainkan melalui institusi keuangan Internsional. Jadi betapa nistanya posisi Indonesia disini. Pengkajian harus oleh pihak luar yang artinya Instansi Indonesia tidak dipercaya, dan pembayaran melaui insitusi keangan luar pula. Sudah pasti untuk mengambilnya harus menuruti prosedur institusi tersebut. Harusnya kita bersikap "Just forget it!"
Penulis sangat terkesan akan statement pak Hadi Darijanto, Dirjen BPK yang sudah dimutasi menjadi Sekjenhut pada hari Jumat 1 Oktobwer 2010 lalu bahwa semua kawasan hutan produksi akan tetap dimanfaatkan sesuai dengan rencana Indonesia; yang masih produktif melalui IUHHPH dan yang tidaj produktif melalui IUHHTI. Begitulah seharusnya. Hutan harus menjadi sumber kesejahteraan rakyat. Hanya pengaturannya sekarang harus pro rakyat sebagaimana dislogankan Kemhut. Hutan rusak harus dibangun jadi HTI. Suara LSM yang anti HTI harus diabaikan, karena ungkapan mereka hanya dari sudut pandang yang tunggal yaitu lingkungan. Itupun kalau benar. Lingkungan tidak hanya untuk lingkungan. Lingkungan harus untuk kesejahteraan rakyat, dan kesejahteraan membutuhkan banyak hal dari pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan dll yang kesemuanya membutuhkan dana. Rakyat yang demikian banyak membutuhkan lapangan kerja dan penciptaannya harus berkompromi dengan lingkungai. Penulis yakin jika tokoh2 LSM itu menjadi Presiden Indonesia, diapun akan "kebingungan" untuk memilih mana yang paling prirotas untuk ditangani. APBN tidak mencukupi. Kalau pinjam ke Luar Negeri dicaci, kalau mengurangi subsidi juga dicaci. Pelayangn publik kurang baik dicaci. Maka Pemerintah harus berupaya melakukan yang terbaik dengan segala keterbatas sumber daya yang ada. Harus jalan terus dengan memberantas korupsi, memperlancar pembelanjaan negara, memangkas birokrasi dll yang sudah menjadi ungkapan rakyat banyak.
Tak ketunggalan Kementerian Kehutanan juga harus memperlancar kegiatan yang dikemukakan oleh Hadi Darijanto diatas. Kalau tidak, setli tiga uang. Awal 2011 harus kita evaluasi bersama berapa hasil tanaman yang jadi. Aada laporan di media dari Kemhut bahwa hasil rencana ta, 1 milyar pohon tercapai 1,6 milyar, oleh Kemhut 700.000 pohon lebih dan swasta 800.000 pohon lebih. Ini sangat menggembirakan (tentu jika angkanya benar). Sekarang timbul masalah pemeliharaannya. Menhut sendiri menyatakan bahwa dapal RAPBN 2011 belum tercantum anggaran untuk itu. Lalu bagaimana? Harus ada solusi! RAPBNP? Menunjuk Bapak Angkat? Pokonya harus ada solusi. Jika tidak akan terjadi pemborosan yang besar karena sebagian dari pohon yang ditanam tersebut tentu akan mati. Mudah2an saja yang hidup alami cukup besar prosentasenya.
Selamat bekerja Kemhut !!!
No comments:
Post a Comment