Kini telah disadari bahwa hutan fungsinya tidak hanya menghasilkan kayu seperti difahami oleh Pemerintah dan masyarakat ekonomi sampai tahun 1990-an. Teriakan Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM telah mengingatkan pentingnya fungsi2 lainnya, yang oleh kalangan rimbawan atau kehutanan telah diketahui tettapi kurang mendapat perhatian. Hal itua disebabkan oleh suasana negara dan masyarakat yang masih memprihatinkan kesejahteraannya, sehingga perhatian masih tertumpah kepada peningkatan kesejahteraan lahiriah. Fungsi2 hutan lain yang non-kayu seperti rotan, gettah2-an, buah2-an dan lain2 sampai non-fisik atau intangible seperti tata air, perlindungan atas tanah, pengaruhnya terhadap iklim serta sebagai penyangga kehidupan manusia baruu tertampilkan kemudian. Itulah perkembangan pemahaman atas manfaat hutan yang patut kita syukuri.
Ealaupun demikian, keberadaan hutan ditanah air ini masih dipergunjingkan karena adanya perbedaan kepentingan berbagai sektor pembangunan negara, terutama perkebunan dan pertambangan yang membutuhkan lahan/tempat bagi kegiatannya. sektor ini menginginkan agar kawasan hutan yang mereka inginkan dilepaskan dan dusediakan bagi kebutuhan mereka, dua kegiatan pembangunan yang memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat. Kebutuhan lahan seperti itu telah memberikan tekanan atas keberadaan hutan diberbagai lokasi. Hal itu telah bertambah intens setelah lahirnya Undang2 Otonomi Daerah atau OTDA yang mendorong Daerah untuk untuk mandiri dalam pembangunan daerahnya, sehingga Daerah2 ingin mendorong investasi di daerahnya masing2.
Kesemua ini dapat dimengerti karena memang kita perlukan. Yang penting tidfak sampai berakibat yang merugikan bagi masyarakat luas dalam jangka panjangnya. Tidak boleh ada pembangunan yang malah mengakibatkan kesengsaraan, baik bagi sebagian masyarakatpun. Apalagi jika menyengsarakan sebagian besar masyarakat disekitarnya.
Oleh karena itu Jiwa Korsa Kehutanan yang lahir dari kepedulian antar rimbawan (saja) sekarang sudah waktunya diperluas menjadi kepedulian antar para pihak yang dalam kegiatan pembangunannya berhubungan dengan hutan. Mengapa demikian ??? Sebab hutan, khususnya hutan di Indonesia, menjadi penyangga kehidupan masyarakat dalam arti yang sebenar2-nya. Betapa tidak ??!!Pertanian perlu lahan, perlu air. Perkebunan perlu lahan dari hutan. Pertambangan perlu lahan hutan juga karena hampir semua bahan tambang ada di kawasan hutan. Wisata alam perlu pemandangan alam yang disediakan oleh hutan, iklim yang sejuk perlu hutan, tanaman obat2-an adanya di hutan dan seterusnya. Hutan harus kita nobatkan menjadi penyangga kehidupan; kehidupan yang sejahtera dan lestari
Alhasil, semua perlu melepaskan ego-sektoralnya. Hutan harus dimanfaatkan untuk kehidupan rakyat banyak yang sejahtera dan lestari. Jadi jika kebun suatu tanaman akan memberikan kesejahteraan yang lebih besar dan lestari bagi masyarakat banyak maka seharusnya dicari jalan agar dapat dilepaskan dari kawasan hutan, baik sementara ataupun secara permanen. Sudah tentu AMDAL harus dilakukan dengan baik dan benar. Jika ada hasil tambang yang berharga di dalam kawasan hutan, bahkan di hutan lindungpun, atau ada gas bumi di kawasan konservasi, perlu dicari solusi yang win-win dengan pedoman hal itu akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara lestari. Dilain pihak sektor2 non-kehutanan juga harus "peduli" akan fungsi hutan yang demikian banyak bagi masyarakat, sehingga jika hasil amdalnya tidak memungkinkan untuk dilepaskan karena akan menyengsarakan masyarakat, maka kegiatan yang membutuhkan kawasan hutan itu harus mencari tempat lain.
Jiwa korsa seperti diatas telah didengungkan pada saat Departemen Kehutanan bersama Himpunan Pensiunan Kehutanan (HPK) menyelenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) pada bulan Oktober 2009 lalu di Jakarta yang dibuka oleh Menhut Kaban.
No comments:
Post a Comment