Thursday, January 16, 2014

"SURPRISE" di Jnauari 2014

Januari 2014. Orang baru saja berpesta Tahun Baru, tiba2 ada geledeg disiang bolong! Pertamina mengumumkan kenaikan harga gas sebesar 30%. Harga gas per tabung 12 kg naik dari sekitar Rp 78.000,- menjadi rp 147.000,-an, sedang gas dengan tabung kecil (3 kg) harganya tetap.
Rakyat terutama ibu rumah tangga, terkejut dan kecewa! Begitupun saya yang selama ini meng-idolakan Karen sebagai putri Indonesia yang berprestasi dan cemerlang, tahan terhadap gempuran anggauta DPR masalah surat yang dikirimkannya dulu.
Peristiwanya juga menarik perhatian, karena diumumkan secara tiba2, tanpa wacana atau ribut2 sebelumnya. Biasanya kenaikan harga komoditi yg menguasai hajat hidup rakyat selalu dibahas di DPR lebih dulu. Ingat saja kenaikan harga BBM yang begitu alot sampai2 kenaikannya ditunda segala. Saya langsung berandai-andai jangan2 ini menjadi sebab jatuhnya Srikandi Indonesia ini ????
Saya tidak percaya Karen Agustiawan bertindak ceroboh seperti itu. Jadi apa gerangan yang mendorongnya menaikkan harga komoditi yang demikian strategis dengan demikian drastis.
Untung bahwa 2 hari kemudian terungkaplah asal muasal penaikan tersebut. Awal mulanya adalah BPK (BADAN PEMERIKSA KEUANGAN) yang memberikan rekomendasi kepada Pertamina untuk menghapus kerugian dari penjualan gas sebesar Rp 7,7 triliun dalam th 2013 yang timbul dari rendahnya harga penjualan gas. Menurut Pertamina biaya produksi gas lebih dari Rp 10.000,-/kg sedang harga jualnya Rp 5.850.  Pantas kalau masyarakat sontak bereaksi dengan a.l. berdemo kekantor Pusat Pertamina. Mediapun menyuarakan keberatan masyarakat terutama para penjual makanan yang memasak dengan gas.
DPR pun melontarkan kritiknya , mengatakan Pemerintah tidak mampu melakukan koordinasi.
Entah kebetulan atau memang terkait dengan kenaikan tsb gas dengan tabung 12 kg menjadi langka di pasaran. Disamping itu banyak para pencari keuntungan mulai mengumpulkan gas dengan tabung kecil / 3 kg untuk kemudian dituangkan kedalam tabung 12 kg dan dijual dengan harga baru. Konon dengan berbuat demikian orang mendapat untung sampai Rp 25.000,- per tabung isi 12 kg.

Yang patut dipertanyakan, bagaimana keputusan yang sedemikian strategis dapat salah (menurut kenyataannya, karena kemudian Pemerintah merevisinya)? Apakah Presiden tahu dan menyetujuinya? Ternyata Presiden menyatakan dalam Sidang Kabinet Terbatas di Bandara Halim bahwa penetapan harga gas adalah kewenangan Pertamina sebagai Korporat.
Jika Pertamina yang membuat keputusan tanpa konsultasi atau dukungan atasan sama sekali, tidak patutkah pimpinan Pertamina diberi sanksi?!
Ternyata kenaikan tersebut diputuskan dalam RUPS Tahunan Pertamina pada tgl. 30 Desember 2013 yang dihadiri oleh Meneg Dahlan Iskan. Karena itu beliau menyatakan bahwa yang patut disalahkan adalah dirinya dan beliau pasang badan menghadapi risiko apapun.
Mendengar keluhan masyarakat Presiden SBY segera memerintahkan agar harga baru Rp 9.809,-/kg - naik rata2 Rp 3.959,-/kg - direvisi dan supaya selesai dalam dalam sehari.
Maka Dirut Pertamina Karen Agusetiawan pun dihadirkan dalam Sidang Kabinet khusus untuk membahas harg gas (elpiji) dipimpin oleh Menko Ekuin Hatta Rajasa dan para Menteri perekonomian yang kemudian menetapkan kenaikan harga bertahap secara hati2 dan sebagai tahap awal ditetapkan kenaikan Rp 1.000 /kg (menjadi Rp 6.860,-/kg).

Belakangan baru terungkap di media bahwa asal muasal penaikan harga tersebut adalah rekomendasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang setelah memeriksa Pertamina menemukan kerugian Pertamina dari penjualan gas menacapai Rp triliun, disebabkan oleh adanya subsidi harga gas yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini tidak dapat dibenarkan oleh BPK dan direkomendasikan agar harganya dinaikkan. (Walaupun demikian lucu juga menaikkan harga komoditas yang menjadi andalan masyarakat luas hanya diputuskan dan diberlakukan "begitu saja".

Apakah akan ada sanksi bagi Pimpinan Pertamina dan Menteri yang bersangkutan, kita lihat saja nanti !!!!!!!!!






No comments:

Post a Comment